Senin, 27 Mei 2013

Biografi Pangeran Diponegoro


Pangeran Diponegoro lahir di Yogyakarta, 11 November 1785 dan wafat di Makassar Sulawesi Selatan, 8 Januari 1855 pada umur 69 tahun. Diponegoro adalah seorang pahlawan Nasional Indonesia dan seorang putra sulung Hamengkubuwana III, seorang raja Mataram di Yogyakarta. Lahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta dari seorang garwa ampeyan (selir) bernama R.A. Mangkarawati yaitu seorang garwa ampeyan (istri non permaisurui) yang berasalari Pacitan. Pangeran Diponegoro bernama kecil Bendoro Raden Mas Ontowiryo.
Menyadari kedudkannya sebagai putera seorang selir, Diponegoro menolak keinginan ayahnya Sultan Hamengkubuwana III untuk mengangkatnya menjadi raja. Ia menolak mengingat ibunya bukanlah permaisuri. Diponegoro mempunyai 3 orang istri yaitu Bendara Raden Ayu Antawirya, Raden Ayu Ratnaningsih, dan Raden Ayu Ratnaningum. Diponegoro lebih tertarik pada kehidupan agama dan merakyat sehingga lebih ska tinggal di Tegalrejo tempat eyang buyutnya puterinya, permaisuri dai HB I Ratu Ageng Tegalrejo daripada di keraton. Pemberontakannya terhadap keraton dimlai sejak kepemimpinannya Hamengkubuwana V (1822) dimana Diponegoro menjadi salah satu anggota perwalian yang mendampingi Hamengkubuwana V yang baru berusia 3 tahun, sedangkan pemerintahan sehari dipegang oleh Patih Danurejo bersama Residen Belanda. Cara perwalian seperti itu tidak disetujui Diponegoro.

Riwayat Perjuangan Diponegoro
            Perang Diponegoro berawal ketika pihak ketika pihak Brlanfa memasang paotk ditanah Diponegoro di desa Tegalrejo. Saat itu beliau memang sudah muak dengan kelakuan Belanda yang tidak menghargai adat isitiadat setempat dan sangat mengeksploitasi rakyat dengan pembebanan pajak. Sikap Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka mendapat simpati dan dukungan rakyat. Atas saran Pangeran Mangkubumi pamannya, Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo dan mebuat markas di sebuah goa yang beranama goa selaring. Saat itu, Diponegoro menyatakan bahwa perlawanannya adalah perang stabil, perlawanan menghadapi kaum kafir. Semangat yang dikobarkan Diponegoro membawa membawa pengaruh luas hingga ke wilayah Pacitan dan Kedu. Slah seorang tokoh agama di Surakarta Kyai Maja ikut bergabung dengan Pangeran Diponegoro di goa selarong. Selama perang ini kerugian belanda tidak kurang dari 15.000 tentara dan 20 juta gulden. Berbagai cara terus diupayakan bel;anda untuik menangkap Diponegoro bahkan syaembara dipergunakan. Hadiah yang diberika 50.000 gulden diberikan kepada siapa saja yang bisa menangkap Diponegoro, sampai akhirnya Diponegoro diatangkap pada tahun 1830.

Penagkapan dan Pengasingan Diponegoro
            Pada tanggal 16 Februaru 1830 Diponegoro dan Kolonel Cleeners bertemu di Remo Kamal. Bagelen Creenes mengusulkan agar kedatangan Letnan Gubernur Jendral Markus de Kock dari Bativia. Pada tanggal 28 Maret Diponegoro Jendral de Kock di Magelang. Dekock memaksa mengadakan perundingan dan mendesak telah meyiapkan penyerangan dengan teliti. Hari itu juga Diponegoro ditangkap dan diansingkan ke ungaran, kemudian dibawa ke Gedung Karesidenan Semarang dan langsung ke Batavia menggunakan kapal Pollix pada 5 April. Pada tanggal 11 April 1830 sampai ke batavia dan ditawan di stadhius. Sambil menunggu keputusan penyelesaian dari gubernur jendaral Van den Bosh. Pada tanggal 30 april 1830 keputusan keluar, Pangeran Diponegoro, Raden Ayu Retnaningsih, Tumenggung Dipososno dan istri serta para pengikutnya seperti Mertoleksono, Benteng Wereng dan kapal Pollux ke manado dan ditawan ke benteng Amsterdam.
            Pada tahun 1834 dipindahkan ke benteng Rotterdam di makasar Sulawesi Selatan pada tanggal 8 januari 1855 Diponegoro wafat dan dimakamkan dikampung Jawa Makasar. Dalam perjuangannya Diponegoro dibantu oleh puteranya bernama bagus singlon atau ki sodewo. Ki Sodewo melakukan peperangan di wilayah Kulon Progo dan Bagelen. Bagus Singlon atau Ki Sodewo adalah Putera Pangeran Diponegoro Raden Ayu Citrowati Puteri Bupati madiun Raden Ronggo. Raden Ayu Citrowati adalah saudara satu ayah lain ibu dengan sentot  purwiri dirji nama Raden Mas Singlon atau Bagus Singlon atau Ki Sodewo sendiri telah masuk dalan daftar silsilah yang dikeluarkan ileh Tepas Darah Dalem Keraton Yogyakarta. Perjuangan Ki Sodewo unntuk mendampingi ayahnya dilandasi dendam  pada kematian eyangnya dan ibunda ketika Raden Ronggo dipaksa menyerah karena memberontak kepada Belanda. Melaui tangan-tangan pangeran Mataram yang sudah dikendalikan oleh Patih Danurejo, maka Raden Ronggo dapat ditaklukan, Ki Sodewo kecil dan Sentot bersama keluarga bupati madiun lalu di serahkan ke keratin sebagai barang bukti suksesnya.
            Ki Soddewo yang masih bayi diambil oleh Pangeran diponegoro lalu ditipkan pada sahabtnya bernama Ki Tembi, Ki Tembi lalu mebawanya pergi dan selalu berpindah tempat agar keberadaannya tidak tercium oleh Belanda. Belanda sendiri pada saat itu sangat membenci anak turun Raden Ronggo yang sejak dulu terkenal sebagai penentang Belanda. Atas kehendak pangeran diponegoro bayi tersebut diberi nama Singlon yang artinya penyamaran. Keturunan Ki Sodewo saat ini banyak yang tinggal di bekas kantun perjuangan Ki Sodewo pada saat itu dengan bermacam profesi. Dengan restu sesepuh dan dimotori olej keturunan ke-7 Pangeran Diponegoro yang bernama Raden Muryanto keturunan Ki Sodewo  membentuk sebuah paguyuban dengan nama Paguyuban Trah Sodewo. Setidaknya Pangeran Diponegoro mepunyai 17 putera dan puteri yang semua kini hidup terbesar di seluruh Indonesia termasuk Jawa, Sulawesi, dan Maluku.

sumber: http://kolom-biografi.blogspot.com/2011/09/biografi-pangeran-diponegoro.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar